logo-raywhite-offcanvas

30 Jul 2015

Strategi Menghadapi Ekonomi Lesu

Strategi Menghadapi Ekonomi Lesu

Strategi Dalam Menghadapi Kelesuan Ekonomi

 

Hingga pertengahan tahun, 2015 tampaknya merupakan sebuah tahun yang termasuk ‘masa-masa ekonomi sulit’. Hal ini terkonfirmasi dan benar dialami oleh para pelaku usaha.

Banyak faktor yang terjadi dan sepertinya semua media sudah banyak yang mengulas fakta-fakta perlambatan pertumbuhan. Sebagai manusia kita tetap perlu melanjutkan kehidupan atau dalam bahasa kerennya sering disebut, “The show must go on.” Setujukah Anda?

Apakah meratapi perubahan ekonomi yang sedang mengalami kelesuan akan memberikan sebuah jalan atau titik terang? Tentu jawabannya adalah tidak.

Biasanya contoh atau cerita ini digunakan banyak motivator untuk mengangkat semangat orang-orang namun kiranya boleh juga kita membawanya dalam sudut pandang seorang pelaku di dunia ekonomi.


Banyak yang sudah menunjukkan bahwa kesalahan utamanya terletak pada pemikiran yang terlalu fokus pada masalah, bukan pada solusi. Apakah Anda saat ini sudah fokus pada solusi?


Contoh mudahnya, bila saat ini secara fakta dapat kita lihat bahwa semua pergerakan saham mengalami penurunan atau stagnan, artinya ada saham dari perusahaan bagus yang saat ini ikut turun terbawa tren. Ya, meski secara fakta memang perusahaan itu juga mengalami penurunan kinerja.


Namun, perusahaan yang baik bukanlah perusahaan yang tidak merugi atau tidak melesu ketika bisnis dan perekonomian melesu, melainkan perusahaan yang mampu bertahan dari segala keadaan ekonomi. Meski perekonomian buruk dapat bertahan, dan ketika membaik mampu membaik lebih cepat.


Artinya, bisa kita sadari bahwa ada harga yang terdiskon dari merek terbaik. Ya, sudah sering saya kemukakan sudut pandang ini. Hal lain yang perlu dibuang adalah pemikiran optimistis. Wow? Tidak salah? Optimisme adalah sebuah hal yang baik, betul?


Dalam kondisi yang tidak mendukung, terkadang optimisme justru membawa kita pada sebuah tindakan spekulasi. Contohnya, karena Anda sangat optimistis bahwa bulan depan nilai tukar mata uang akan membaik maka Anda tidak melakukan sebuah skema lindung nilai atau dalam bahasa populernya hedging. Sehingga, Anda tidak memproteksi nilai tukar Anda.


Ternyata, justru nilai tukar semakin memburuk. Apa yang terjadi dengan optimisme Anda? Bukankah justru akibat rasa percaya diri terlalu tinggi membuat kita terjebak pada sebuah aksi nekat? Bukankah nekat itu juga bagian dari spekulasi?

Hal yang perlu ditingkatkan dalam sebuah kondisi yang sulit adalah sikap yang positif. Apa maksudnya?
Kejadian sangat miris yang terjadi akibat optimisme berlebihan telah memakan korban jiwa di Hongkong baru-baru ini. Akibat harga saham yang mengalami penurunan, seorang wanita lompat bunuh diri dari sebuah tempat perbelanjaan.

Ketika kita melihat penurunan harga saham, ketakutan orang adalah tidak adanya masa depan dari sebuah penurunan pasar yang terjadi, nyatanya?

Kelesuan perekonomian dunia bukan terjadi baru kali ini, bahkan Indonesia pun pernah mengalaminya. Berapa kali menurut Anda? Dua kali? Tahun 1998 dan 2008?


Namun, apakah setelah itu tidak terjadi perbaikan? Ya, jawabannya hingga hari ini ada. Perekonomian bisa kembali membaik dan inilah hal positif yang perlu kita tanamkan pada diri kita: “Seberapa jauh penurunannya maka sebesar itulah potensi kenaikannya.”

 

Menjadi seorang pelaku dalam dunia ekonomi yang sedang dalam kelesuan justru memerlukan pengetahuan dan kemampuan yang lebih positif meski syarat terakhirnya adalah tetap menjaga modal. Kunci keberhasilan pada setiap kesulitan adalah tetap berpikir positif dan hilangkan pemikiran optimisme berlebihan yang akhirnya justru menjadi bumerang bagi diri sendiri.

Tetaplah Berinvestasi dan Tetap Semangat!!

Share